Cap Go Meh Singkawang |
Hari ke-15 dalam Tahun Baru China atau yang lebih
dikenal sebagai "Cap Go Meh" tahun ini jatuh pada 14 Februari 2014 dan
merupakan puncak dari setiap perayaan Tahun Baru Imlek di Indonesia.
Walaupun Cap Go Meh dirayakan di daerah-daerah yang memiliki populasi
etnis Tionghoa paling banyak seperti di Bangka-Belitung dan Palembang
atau pecinan yang ada di beberapa kota seperti di Semarang, Surabaya,
Jakarta, Bandung, Manado dan Medan. Akan tetapi, perayaan Cap Go Meh
yang paling meriah dan menarik akan berlangsung di kota eksotis
Singkawang yang berjarak 145 km sebelah utara Pontianak, ibu kota
Kalimantan Barat.
Tahun ini, seluruh kegiatan Tahun Baru China di
Singkawang akan dipusatkan di Stadion Kridasana. Sekira 100 stan
diperkirakan turut meramaikan acara bersama berbagai pertunjukan mulai
dari pertunjukan Malam Tahun Baru China pada tanggal 30 Januari sampai
puncak Cap Go Meh pada 14 Februari. Dalam rangka merayakan Tahun Baru
China, Stadion Kridasana akan diubah menjadi taman Mei Hwa dan juga akan
ada 8 replika kuda yang mewakili tahun kuda.
Puncak festival akan dimeriahkan dengan parade tatung.
Ritual tatung bertujuan untuk mengusir kemalangan sepanjang sisa tahun
ini. Tatung adalah media dalam ritual perayaan Cap Go Meh untuk menolak
roh-roh jahat. Selama ritual Tatung, peserta yang akan dirasuki oleh
Dewa-Dewa akan mengalami ketidaksadaran sehingga mereka mampu melakukan
tindakan yang luar biasa dan bahkan di luar nalar manusia, seperti
menginjak pedang, menusukkan kawat baja atau paku ke pipi mereka dan
ajaibnya para tatung tidak terluka sama sekali.
Tahun ini, Parade Tantung akan dimulai dari Stadion
Kridasana kemudian menuju Jl. GS Lalang, berbalik ke Jl.P. Diponegoro,
kemudian ke Jl. Sejahtera menuju Toapekong atau Kuil Tri Dharma Bumi
Raya. Dari kuil ini, prosesi kemudian akan menuju Jl. Budi Utomo, Jl. Setia Budi dan kemudian berakhir di Jl. Niaga.
Singkawang merupakan kota terbesar kedua di provinsi
Kalimantan Barat yang berbatasan dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia.
Tidak seperti kota-kota lain di Indonesia, Singkawang memiliki suasana
oriental yang berbeda dengan ratusan kuil-kuil China yang ditemukan di
hampir setiap sudut kota. Hal ini karena lebih dari 70% penduduk
Singkawang adalah keturunan Tionghoa, terutama dari suku Hakka dan
beberapa suku Teochew. Lainnya adalah Melayu, Dayak dan etnis lainnya di
Indonesia.
Pada abad ke-18, Kalimantan Barat memikat banyak orang
dari daratan China untuk datang ke tambang emas di Monterado (sekarang
disebut Kecamatan Bengkayang). Kala itu ribuan Orang China datang dan
dalam perjalanan mereka memutuskan untuk bermalam di Singkawang. Dan
akhirnya sebagian besar menutuskan untuk menetap di Singkawang dan
keturunannya saat ini membentuk mayoritas penduduk Singkawang.
0 comments:
Post a Comment